Salah satu cara untuk mengetahui shahih atau tidaknya suatu hadits 

(Pengantar Epistimologi)

     Salah satu cara untu mengetahui shahih tidaknya suatu hadits adalah dengan melihat pada hal-hal yang melekat pada si perawi hadits tersebut,untuk itu di perlukan semacam syarat atau standarisasi yang harus di miliki seorang perawi agar hadits yang ia riwayatkan memiliki tingkat otentisitas yang semakin kuat dan menghindari hadits-hadits palsu(dhaif).Ulama hadits maupun fiqh sepakat bahwa setidaknya terdapat 2 syarat pokok bagi perawi hadits:

1.Keadilan: dengan memberi perhatian bahwa si perawi adalah muslim,baligh,berakal,tidak fasik dan selamat dari cemarnya muru,ah(sopan santun).keadilan sendiri dapat di pastikan dengan salah satu dari dua hal ini:

a.Ketetapan dua orang adil yaitu dua ulama ta,dil atau salah seorang dari mereka.

b.Ketenaran dan kepopuleran dikalangan ahli ilmu

Oleh karena itu Ibnu abdil memiliki pendapat dalam menentukan keadilan.Beliau berargumen bahwa setiap orang yang memiliki ilmu,dan dikenal perhatiannya terhadap ilmu,maka ia telah menyandang predikat adil,akantetapi pendapat tersebut tidak diterima oleh para ulama karena realitas berkata lain.

2.Dlabith:dengan memberi perhatian bahwa rawi itu hafalannya bagus(kuat),tidak pelupa(pikun) dan tidak banyak prasangka(wahm)nya.Rawi yang dlabith dapat diketahui melalui kesesuaian riwayatnya dengan rawi tsiqah yang cermat,jika banyak yang sesuai maka ia dlabith begitupun sebaiknya.

B.Bagaimana dengan ta’dil dan jarh,ta’dil

Hal tersebut(ta’dil dan jarh,ta’dil)sendiri dapat diterima meski tanpa sebab-sebab karena penyebab ta’dil sangat banyak sementara jarh tidak diterima kecuali dengan menjelaskan sebab-sebabnya.Ta’dil dan jarh sendiri bisa ditetapkan oleh seorang saja,tetapi ada juga yang berpendapat bahwa itu harus dari dua orang

 

C.Adapun tentang hukum orang yang telah bertaubat dari sifat-sifat kefasikannya

 adalah riwayatnya dapat diterima akantetapi jika ia bertaubat dari perbuatan memalsukan hadits maka riwayatnya tidak akan diterima sekalipun ia sudah bertaubat.

D.Perihal hukum mengambil upah dari kegiatan mengumpulkan hadits

 ada beberapa pendapat ada yang boleh dan hadistnya di terima ada yang tidak boleh dan haditsnyatidak diterima,masing-masing memiliki paradigma sendiri jika seorang itu kesulitan untuk menghidupi hidupnya dan keluarganya maka diperbolehkan mengambil upah dari kegiatan mencari hadits tersebut

E.Perihal hukum orang yang menyampaikan hadits lalu lupa,semisal seorang syekh tidak ingat kepada hadits yang telah ia riwayatnya kepada muridnya maka hukum riwayatnya,

1.Di tolak:jika peniadaanya bersifat pasti karena adanya perkataan beliau”aku tidak meriwayatkanya”atau” dia berdusta kepadaku”

2.Di terima jika peniadaannya bersifat tak pasti dengan perkataan seperti “aku tidak tau” atau’aku tidak ingat”

F.Tingkatan Jarh dan Ta’dil

a.Lafadz yang menunjukkan kelebihan dalam hal keteguhan

b.Lafadz yang memperkuat salah satu sifat atau sifat tsiqah

c.Lafadz yang menunjukkan ta’dil tanpa adanya penguatan

d.Lafadz yang menunjukkan ta’dil tanpa kedhabitan

e.Lafadz yang tidak menunjukkan ketsaqihan atau tidak menunjukkan adanya jarh

f.Lafadz yang mendekati adanya jarh

G.Hukum-hukum tingkatan tersebut

a.Untuk tiga tingkatan yang pertama,orang-orangnya dapat dijadikan hujjah

b.Untuk tingkatan keempat sampai lima,orang-orangnya tidak bisa dijadikan hujjah hadits-hadits mereka bisa dicatat dan diberitakan

Comments

Popular posts from this blog

Temenmu Sudah Nikah Kamu Kapan

Perjalanan

The History and Contribution of Philosophy in Islamic Thought